Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa KH. Ahmad Dahlan (Persada UAD) KH Dr Anhar Ansori MSi menyatakan bahwa Persyarikatan Muhammadiyah memiliki landasan kuat dalam menjalankan semua roda keorganisasian. Tidak hanya landasan konstitusional yang bersifat administratif, namun juga landasan keagamaan yang kokoh.
Di hadapan peserta Darul Arqam Madya (DAM) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kabupaten Sleman yang diikuti oleh puluhan peserta dari seluruh Indonesia, Rabu (7/9), di aula Madrasah Muallimat, Anhar menyatakan bahwa QS. Ali Imran ayat 104 merupakan landasan yang kuat bagi Muhammadiyah. Tidak hanya bagi induk organisasi, namun juga landasan bagi organisasi otonom Muhammadiyah.
Anhar menjelaskan bahwa ayat 104 dari surat Ali Imran itu merupakan ayat perubahan yang menggerakkan Muhammadiyah untuk melakukan pencerahan (tanwir) dan pembebasan (tahrir). Ayat itu berbunyi: waltakun minkum ummatun yad’uuna ilaa alkhairi waya’muruuna bialma’ruufi wayanhawna ‘ani almunkari waulaa-ika humu almuflihuuna. Arti harfiahnya, “hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung,”
Menurut Anhar, kata al-khair dalam ayat itu memiliki tafsir sebagai sikap mengikuti petunjuk al-Quran dan Sunnah Nabi. Itulah yang menjadi pegangan Muhammadiyah. Adapun Ijma’, Qiyas dan lainnya dipahami oleh Muhammadiyah sebagai metode, bukan sebagai sumber hukum utama sebagaimana al-Quran dan Hadis.
Sementara kata al-makruf, menurut Anhar memiliki arti sebagai hasil cipta, karya dan karsa manusia yang membawa kemaslahatan, yang tidak ada dalam al-Quran. Oleh karena itu, kata Anhar, sesuatu yang tidak ada dalam Quran dan Hadis belum tentu bid’ah, bisa jadi itu adalah al-makruf. Al-Makruf itu didapat dari membaca alam semesta, sebagaimana diisyaratkan dalam wahyu pertama Nabi Muhammad, iqra’ bismi rabbika allazi khalaq.
Kalimat waulaa-ika humu al-muflihuuna,oleh Anhar dipahami sebagai mereka sekelompok orang yang melakukan perubahan. Sekelompok orang itu mengindikasikan pentingnya suatu wadah untuk melakukan perubahan, yaitu organisasi, seperti Muhammadiyah.
Jalan perubahan itu kemudian dibahasakan dengan dakwah, sehingga dalam ayat disebut kata yad’una ila. Kata itu dalam bahasa Arab berwujud fi’il mudhari. Bermakna bahwa dakwah dan perubahan harus diwujudkan secara terus-menerus dan berkelanjutan hingga hari kiamat. Itulah mengapa organisasi otonom bagi Muhammadiyah itu penting. Sebagai pelanjut dan pelangsung dakwah pencerahan yang tidak boleh berhenti.
Tinggalkan Balasan