Dalam proses penelusuran kasus meninggalnya Siyono (36), Anggota Komisi Nasional Hak dan Asasi Manusia (Komnas HAM) Manager Nasution menyatakan adanya sejumlah kejanggalan. Komnas HAM pun turut berkoordinasi dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta dan Pusham UII Yogyakarta (22/3) dalam mengungkap kasus ini. Dalam siaran pers yang diterima oleh suaramuhammadiyah.com, Maneger mengindikasikan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh organ Negara atau state terrorism saat penangkapan yang berujung kepada kematian Siyono.
Berdasarkan kronologi beserta penelusuran yang dilakukan oleh Komnas HAM, ia menerangkan bahwa penangkapan Siyono diduga tak disertai surat perintah penangkapan, selain adanya surat penyerahan jenazah dengan kop Kepolisian RI. Hal ini menyebabkan Komnas HAM menduga keberadaan pelanggaran prosedur dalam penangkapan Siyono yang dilakukan secara sewenang-wenang pada Selasa dua pekan lalu. Kejanggalan ini juga diperkuat dengan adanya pengakuan pihak kepolisian yang menyebutkan bahwa penyebab tewasnya Siyono karena kelelahan berkelahi dengan Densus88 saat dalam pengembangan kasus. Namun kemudian kepolisian meralatnya dengan menyatakan bahwa Siyono meninggal akibat “Kelalaian” Densus 88. Selain menyelidiki prosedur penangkapan, Komnas HAM juga mengumpulkan sejumlah bukti yang berkaitan dengan peristiwa penangkapan hingga pasca-kematian Siyono.
“Meski Siyono dilabeli sebagai terduga teroris, penangkapannya pada Selasa dua pekan lalu itu tentu tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang. Ini bukan untuk membela teroris. Namun, penangkapan tanpa prosedur atas seorang warga negara sebagaimana diduga dialami Siyono sama sekali tidak boleh dibiarkan,” papar Meneger.
Selain kejanggalan tersebut, pertanyaan lain pun muncul, termasuk siapakah sebenarnya yang melakukan penangkapan terhadap Siyono. “Apakah benar mereka adalah anggota Densus88 Antiteror? Dibawa kemana dia? Apa saja yg dia alami selama dalam penangkapan yang diduga oleh Densus88? Ini semua masih belum menemui titik terang,” imbuh Maneger.
Maneger menghimbau kepada semua pihak bahwa adalah tugas kita bersama-sama untuk memastikan apa yang dialami Siyono tidak terulang lagi kepada warga negara yang lain. Maka, selain berkoordinasi dengan beberapa pihak seperti PP Muhammadiyah dan Pusham UII Yogyakarta, dalam waktu dekat Komnas HAM juga akan berkoordinasi dengan MUI Pusat dan CSO lainnya.
Ia pun menekankan bahwa negara sudah seharusnya hadir menjamin bahwa hal yang serupa tidak terulang lagi di masa yang akan datang (guarantees of nonrecurrence). Oleh karena itu, dengan adanya kasus kematian Siyono hendaknya DPR RI mempertimbangkan kembali untuk membahas rencana revisi UU Pemberantasan Terorisme. “Semangat revisi itu lebih bernuansa memperkuat BNPT dan Densus 88. Dengan UU yang ada sekarang saja perlakuannya sudah sedemikian rupa, apalagi kalau kewenangannya diperkuat?” tandas Maneger. (http://suaramuhammadiyah.com/berita)
Tinggalkan Balasan