Iwan Setiawan
Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah DIY 2014-2018
Bagian 1
Saya berjumpa dengan Alm Ahmad Adaby Darban, selanjutnya disebut Pak Adaby lewat buku dan kisah, selanjutnya belum pernah. Saat saya dulu mendengar Pak Adaby meninggal dunia, saya sedang ada tugas yang tidak dapat saya tinggalkan. Sayapun tidak sempat mengantarkan jenazahnya yang diberangkatkan dari Masjid Gedhe Kauman.
Saya berjumpa dengan Pak Adaby lewat buku dan kisah. Saya akan cerita lewat kisah dahulu. Saya tahu Pak Adaby adalah seorang dai yang sering diundang di Masjid-Masjid dan forum pengajan di Yogyakarta. Pak Adaby merupakan sosok dai yang sederhana, saat pengajian beliau bisa dijemput atau datang sendiri. Pak Adaby pernah menjadi ketua Lembaga Pustaka Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Di Lembaga Pustaka inilah sosok Pak Adaby mewarnai dan memberi kontribusi bagi penerbitan buku-buku Muhammadiyah dan dokumentasi di lingkungan Muhammadiyah.
Setelah Muktamar Muhammadiyah tahun 2010 saya dan beberapa kawan yang senang mengobrol soal sejarah khususnya bangunan-bangunan bersejarah, mendirikan komunitas pecinta sejarah bernama Komunitas Blusukan Kampoeng. Komunitas Blusukan Kampoeng akhirnya diniatkan menjadi perkumpulan pecinta sejarah yang suka blusak-blusuk keluar masuk kampung bersejarah ataupun kampung yang unik. Komunitas ini juga merangkap sebagai biro wisata yang melayani paket-paket wisata sejarah bagi pelajar, mahasiswa dan umum. Juga sekali-kali membuat event yang berkaitan dengan dunia sejarah perkotaan.
Bertemu Lewat Buku
Kampung Kauman merupakan kampung yang jadi tujuan utama kami blusak-blusuk belajar sejarah. Dan di kampung Kauman inilah saya dan kawan-kawan komunitas belajar sungguh-sungguh mempelajari setiap relung bangunan dan jalan-jalan setapak yang punya makna sejarah bagi gerakan Muhammadiyah ini. Salah satu cara saya dan komunitas belajar adalah mengunjungi tokoh masyarakat Kauman yang tentu punya kisah-kisah otentik tentang sejarah Kauman. Tokoh-tokoh Kauman kami data. Kandidat tokoh kauman yang akan kami kunjungi adalah Bapak Munich B edress, Bapak Azman Latif, Bapak Abunda Faruk, Bapak Ahmad Adaby Darban, Bapak Budi Setiawan dll.
Kunjungan pertama ke Bapak Munichy B Edress, seorang arsitek dan dosen Arsitektur UII. Dari Bapak Munichy B Edress saya belajar tentang Kampung Kauman sebagai kampung santri ini tidak akan ada maknanya bila warga masyarakatnya sendiri tidak menghayati makna santri dan tidak melaksanakan perilaku sebagai seorang santri. Kunjungan selanjutnya adalah ke Pak Adaby Darban. Untuk kulonuwun ke beliau kami menunjuk Ghifari Yuristiadhi yang menjadi mahasiswanya Pak Adaby. Ghifari menyanggupinya. Tapi Allah berkehendak lain ternyata sebelum sempat kulonuwun Pak Adaby lebih dahulu dipanggil oleh-Nya. Sehingga saya tidak sempat ketemu beliau untuk silaturahmi dan menimba ilmu kepada beliau secara langsung. Akhirnya saya hanya mengenal sosok Pak Adaby lewat kisah.
Saya bertemu Pak Adaby lewat buku. Sejak SMA saya suka membaca dan mengumpulkan buku-buku berkaitan dengan Kota Jogja. Lima Buku dari De Graaf tentang Awal Kebangkitan Mataram sampai Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, Abdurrahman Suromiharjo tentang Kota Yogyakarta Tempoe Doeloe:Sejarah Sosial 1860-1930, Selo Soemardjan tentang Perubahan Sosial di Yogyakarta, Soekanto tentang Sekitar Jogjakarta 1755-1825, Kasultanan Yogyakarta karya Soedarisman Poerwokoesoemo Kadipaten Pakualaman karya Soedarisman Poerwokoesoemo. Buku-buku Guide Pariwisata Jadul yang diterbitan Dinas Pariwisata semisal Guide Ke Candi Prambanan Karya Kaelan juga menarik untuk dinikmati. Juga buku-buku penelitian tentang Upacara Tradisional, Senjata Tradisional, Bangunan Tradisional di Yogyakarta yang diterbitkan Jarahnitra atapun stensil kisah Gerilya Werkhreise III juga Buku Kenang-Kenangan Pekan Raya Dwi Windu Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1961 menjadi bacaan yang menarik buat saya. Juga buku karya Julius Pour Doorstaat Naar Djogja:Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer penting dibaca kalau ingin merasakan suasana Yogyakarta saat menjadi ibukota republik.
Lewat buku-buku yang saya dapat lewat jalur beli di pasar klithikan ataupun beli di toko buku membuat saya mengerti sedikit demi sedikit tentang sejarah Yogyakarta. Sebagai aktifis Muhammadiyah keingintahuan saya tentang sejarah Muhammadiyah di Yogyakarta tidak terbendung lagi. Ternyata tidak banyak tulisan yang mengulas tentang Muhammadiyah di Yogyakarta. Buku Abdurrahman Suromihardjo Kota Yogyakarta Tempoe Doeloe:Sejarah Sosial 1860-1930 sangat sedikit memberi informasi berkaitan dengan Muhammadiyah semisal lembaga pendidikan Muhammadiyah di Kota Yogyakarta. Juga buku Selo Soemardjan Perubahan Sosial di Yogyakarta yang membahas berubahnya masyarakat Yogyakarta yang tadinya tertutup menjadi lebih terbuka karena Ibukota RI yang pindah dari Jakarta ke Yogyakarta tidak satu alinea pun membahas soal Muhammadiyah.
Mencari literatur berkaitan dengan Muhammadiyah di Yogyakarta memang tidak mudah. Apalagi berkaitan dengan sejarah bangunan-bangunan bersejarah di Kota Yogyakarta yang berhubungan dengan Muhammadiyah. Bahkan mencari literatur-literatur bangunan bersejarah di Yogyakarta secara umum pun tidak ada. Berbeda dengan Bandung yang punya kuncen Kota Bandung yaitu Haryoto Kunto dengan buku-buku tentang Bandung dan bangunannya yang menarik untuk dibaca seperti Semerbak Bunga di Bandung Raya dan Bandung Tempoe Doeloe.
Seperti tumbu menemukan tutup, saya baru tahu kalau ada sejarawan dari UGM yang menulis tentang sejarah Kampung Kauman. Sejarawan tersebut ternyata juga warga Kauman bernama Ahmad Adaby Darban. Waktu itu saya tahu Pak Adaby adalah seorang dai dan belum tahu Pak Adaby juga seorang sejarawan. Mendengar info tersebut saya langsung mencari buku yang ditulis oleh Pak Adaby. Buku karya Ahmad Adaby Darban berjudul Sejarah Kauman:Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah terbitan Tarawang tahun 2000 menjadi bacaan yang menarik buat saya. Mungkin ini alasan subjektif saya sebagai aktifis Muhammadiyah, tetapi dengan terbitnya buku tersebut yang merupakan hasil skripsi Pak Adaby memberi sumbangan yang berharga bagi dunia sejarah di Yogyakarta dan Indonesia. Karena dengan karya Pak Adaby tentang Kampung Kauman yang membahas tentang berdirinya Kampuang Kauman, dinamika masyarakatnya hingga berdirinya Muhammadiyah saya menjadi tahu tentang Kampung Kauman secara lebih mendalam.(Bersambung)
*Komunitas Blusukan Kampoeng adalah komunitas yang bergiat pada studi sejarah perkotaan. Diinisiasi oleh personil kader Muda Muhammadiyah. Sampai hari ini saya masih rutin menjadi Guide di Komunitas tersebut.
Tinggalkan Balasan